Hak Kekayaan
Atas Intelektual (HaKI) adalah hak yang
berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang memiliki manfaat ekonomi.
HKI dalam dunia internasional dikenal dengan nama Intellectual Property
Rights (IPR) yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir yang
menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia.
Konsep dasar tentang HaKI berdasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual
yang telah diciptakan atau dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan waktu,
tenaga dan biaya.
Pada intinya Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HaKI) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Intellectual
Property Rights (IPR) adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil
dari suatu kreativitas intelektual. Berdasarkan pengertian ini maka perlu
adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan yaitu perlindungan
hukum bagi kekayaan intelektual tersebut. Tujuannya adalah untuk mendorong dan
menumbuhkembangkan semangat terus berkarya dan mencipta.
Macam-macam HAKI
Terdapat macam-macam HAKI yang ada di dunia ini, khususnya di Indonesia. Pada
Prinsipnya HAKI dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1)
Hak Cipta
- Sejarah Hak Cipta
Pada jaman dahulu tahun 600 SM, seseorang dari Yunani
bernama Peh Riad menemukan 2 tanda baca yaitu titik (.) dan koma (,). Anaknya
bernama Apullus menjadi pewarisnya dan pindah ke Romawi. Pemerintah Romawi
memberikan Pengakuan, Perlindungan dan Jaminan terhadap karya cipta
ayah nya itu. Untuk setiap penggunaan, penggandaan dan pengumuman ats penemuan
Peh Riad itu, Apullus memperoleh penghargaan dan jaminan sebagai pencerminan
pengakuan hak tersebut. Apullus ternyata orang yang bijaksana, dia tidak
menggunakan seluruh honorarium yang diterimany. Honor titik (.) digunakan untuk
keperluan sendiri sebagai ahli waris, sedangkan honor koma (,) dikembalikan ke
pemerintah Romawi sebagai tanda terima kasih atas penghargaan dan pengakuan
terhadap hak cipta tersebut.
- Pengertian Hak Cipta
Hak
cipta (lambang internasional: ©)
- Pengertian hak cipta
menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak cipta adalah “hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku” (pasal 1 butir 1).
- Pengertian hak cipta menurut
Pasal 2 UUHC:
Hak cipta adalah hak khusus
bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk ini dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama
yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk
yang khas dan bersifat pribadi.
2)
Hak Kekayaan Industri
Hak
kekayaan industri terdiri dari:
- Paten (patent)
Paten merupakan hak khusus yang diberikan negara
kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan
pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
1. Merk (Trademark)
Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam kegiatan perdagangan
barang dan jasa.
2. Rancangan (Industrial Design)
Rancangan dapat berupa rancangan produk industri,
rancangan industri. Rancanangan industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan
kerajinan tangan.
3. Informasi Rahasia (Trade Secret)
Informasi rahasia adalah informasi di bidang teknologi
atau bisnis yang tidak diketahui oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiannya oleh pemiliknya.
4. Indikasi Geografi (Geographical Indications)
Indikasi geografi adalah tanda yang menunjukkn asal
suatu barang yang karena faktor geografis (faktor alm atau faktor manusia dan
kombinasi dari keduanya telah memberikan ciri dri kualitas tertentu dari barang
yang dihasilkan).
5. Denah Rangkaian (Circuit Layout)
Denah rangkaian yaitu peta (plan) yang memperlihatkan
letak dan interkoneksi dari rangkaian komponen terpadu (integrated circuit),
unsur yang berkemampun mengolah masukan arus listrik menjadi khas dalam arti
arus, tegangan, frekuensi, serta prmeter fisik linnya.
6. Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
Perlindungan varietas tanamn adalah hak khusus yang
diberikan negara kepada pemulia tanaman dan atau pemegang PVT atas varietas
tanaman yang dihasilkannya untuk selama kurun waktu tertentu menggunakan
sendiri varietas tersebut atau memberikan persetujun kepada orang atau badan
hukum lain untuk menggunakannya.
Kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini
menjadi menarik karena rejim ini masih belum terakomodasi oleh pengaturan
mengenai hak kekayaan intelektual, khususnya dalam lingkup intenasional.
Pengaturan hak kekayaan intelektual dalam lingkup internasional sebagaimana
terdapat dalam Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs),
misalnya hingga saat ini belum mengakomodasi kekayaanintelektual masyarakat
asli/tradisional. Adanya fenomena tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan masyarakat
asli tradisional hingga saat ini masih lemah. Joseph E. Stiglitz (2007), dalam
Making Globalization Work, mengatakan bahwa hak kekayaan intelektual memiliki
perbedaan mendasar dengan hak penguasaan lainnya.1 Jika rambu hak penguasaan
lainnya adalah tidak memonopoli, mengurangi efisiensi ekonomi, dan mengancam
kesejahteraan masyarakat, maka hak kekayaan intelektual pada dasarnya
menciptakan monopoli. Kekuatan monopoli menciptakan persewaan monopoli (laba
yang berlebih), dan laba inilah yang seharusnya digunakan untuk melakukan
penelitian. Ketidakefisienan yang berkaitan dengan kekuatan monopoli dalam
memanfaatkan pengetahuan sangatlah penting, karena ilmu pengetahuan dalam ekonomi
disebut komoditas umum. Joseph E. Stiglitz dalam Andri TK, Nasib HAKI
Tradisional Kita, Hukum kekayaan intelektual bersifat asing bagi kepercayaan
yang mendasari hukum adat, sehingga kemungkinan besar tidak akan berpengaruh
atau kalaupun ada pengaruhnya kecil di kebanyakan wilayah di Indonesia. Hal
inilah yang barangkali menjadi halangan terbesar yang dapat membantu
melegitimasi. Ganjar dalam Andri TK, Ibid, 2007 mengatakan penolakan terhadap
kekayaan intelektual di Indonesia yaitu konsep yang sudah lamadiakui kebanyakan
masyarakat Indonesia sesuai dengan hukum adat. Prinsip hukum adat yang
universal dan mungkin yang paling fundamental adalah bahwa hukum adat lebih
mementingkan masyarakat dibandingkan individu. Dikatakan bahwa pemegang hak
harus dapat membenarkan penggunaan hak itu sesuai dengan fungsi hak di dalam
suatu masyarakat.
Kepopuleran konsep harta komunal mengakibatkan HAKI bergaya barat tidak
dimengerti oleh kebanyakan masyarakat desa di Indonesia. Sangat mungkin bahwa
HAKI yang individualistis akan disalahtafsirkan atau diabaikan karena tidak
dianggap relevan. Usaha‐usaha
untuk memperkenalkan hak individu bergaya barat yang disetujui dan diterapkan
secara resmi oleh negara, tetapi sekaligus bertentangan dengan hukum adat
seringkali gagal mempengaruhi perilaku masyarakat tradisional. Sangat mungkin
bahwa masyarakat di tempat terpencil tidak akan mencari perlindungan untuk
kekayaan intelektual dan akan mengabaikan hak kekayaan intelektual orang lain
dengan alasan yang sama. Di tengah upaya Indonesia berusaha melindungi kekayaan
tradisionalnya, negara-negara maju justru menghendaki agar pengetahuan
tradisional, ekspresi budaya, dan sumber daya genetik itu dibuka sebagai public
property atau public domain, bukan sesuatu yang harus dilindungi secara
internasional dalam bentuk hukum yang mengikat.
Konsep HAKI
Setiap hak yang termasuk kekayaan intelektual memiliki konsep yang bernama
konsep HAKI. Berikut ini merupakan konsep HAKI:
- Haki kewenangan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
- Kekayaan hal-hal yang
bersifat ciri yang menjadi milik orang.
- Kekayaan intelektual
kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia (karya di bidang
teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas kemampuan intelektual
pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan
biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian
atau yang sejenis2.
Dasar HAKI Karya Intelektual
Berbagai
karya intelektual memiliki dasar-dasar tersendiri. Berikut ini merupakan dasar
dari HAKI Karya Intelektual:
- Hasil suatu pemikiran dan
kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk penemuan, desain, seni, karya
tulis atau penerapan praktis suatu ide.
- Dapat mengandung nilai
ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.
Bentuk (Karya) Kekayaan Intelektual
Terdapat berbagai macam bentuk karya intelektual yang dapat digolongkan ke
dalam bentuk HAKI. Berikut ini merupakan bentuk (karya) kekayaan intelektual:
- Penemuan
- Desain Produk
- Literatur, Seni,
Pengetahuan, Software
- Nama dan Merek Usaha
- Know-How & Informasi
Rahasia
- Desain Tata Letak IC
- Varietas Baru Tanaman
Tujuan Penerapan HAKI
Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus mendapat kekuatan hukum atas
karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HAKI. Berikut ini
merupakan tujuan penerapan HAKI:
- Antisipasi kemungkinan
melanggar HAKI milik pihak lain
- Meningkatkan daya kompetisi
dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual
- Dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri
di Indonesia.
Pengaturan HAKI di Indonesia
Pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan
memadai. Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah
disebutkan di atas. Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi
dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut
secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada
Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya
beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada
pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus
menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada
tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang
HAKI, dengan mengundangkan:
- Undang-undang No. 12 Tahun
1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
- Undang-undang No. 13 Tahun
1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
- Undang-undang No. 14 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain
ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7
HAKI antara lain:
1)
Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2) Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3)
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4)
Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5)
Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6)
Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7)
Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang
tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga
undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya
telah diundangkan:
- Undang-undang No. 14 Tahun
2001 tentang Paten
- Undang-undang No. 15 Tahun
2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini
masih dalam proses pembahasan di DPR)
Lingkup Perlindungan HAKI
HAKI memiliki ruang lingkup untuk mengetahui berbagai jenis hak intelektual
yang dilindungi. Berikut ini merupakan lingkup perlindungan HAKI:
a.
Hak Cipta (Copyright)
World
Intellectual Property Organization (WIPO)
pada tahun 2001 telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan
Intelektual Sedunia:
b.
Hak Milik Industri (Industrial Property)
c.
Paten
d.
Paten Sederhana
e.
Merek & Indikasi Geografis
f.
Desain Industri
g.
Rahasia Dagang
h.
Desain Tata Letak Sirkit Terpadu
i.
Perlindungan Varietas Tanaman Hak Cipta (copyright)
j.
Melindungi sebuah karya
k.
Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Peraturan
Perundangundangan yang berlaku.
l.
Orang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat
berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak
cipta. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:
- hak-hak untuk membuat
salinan dari ciptaannya tersebut,
- hak untuk membuat produk
derivative
- hak-hak untuk menyerahkan
hak-hak tersebut ke pihak lain.
m.
Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat.
n.
Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.
Ciptaan
yang dapat dilindungi oleh UU Hak Cipta, diantaranya sebagai berikut:
- Buku, program komputer,
pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil
karya tulis lain.
- Ceramah, kuliah, pidato dan
ciptaan lain yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
- Alat peraga yang dibuat
untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
- Karya Seni, yaitu:
- Seni rupa dengan segala
bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat,seni patung, kolase dan seni terapan, seni batik,
fotografi.
- Ciptaan lagu atau musik
dengan atau tanpa teks.
- Drama, drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, pantomim, sinematografi.
- Arsitektur, Peta.
- Terjemahan, tafsir, saduran,
bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika
terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana
penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda
dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
- Pasal 72 ayat (1) :
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
- Pasal 72 ayat (2) :
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (3) :
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (4) :
Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu
miliar rupiah).
- Pasal 72 ayat (5) :
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (6) :
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (7) :
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (8) :
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
- Pasal 72 ayat (9) :
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
- Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan
atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait
serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut
dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
- Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat
dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
Jelasnya yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain daripada
yang lain, tidak ada persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus.
Ketentuan pidana tersebut di atas, menunjukkan kepada pemegang hak cipta atau
pemegang hak terkait lainnya untuk memantau perkara pelanggaran hak cipta
kepada Pengadilan Niaga dengan sanksi perdata berupa ganti kerugian dan tidak
menutup hak negara untuk menuntut perkara tindak pidana hak cipta kepada
Pengadilan Niaga dengan sanksi pidana penjara bagi yang melanggar hak cipta
tersebut. Ketentuan-ketentuan pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana denda yang paling berat,
paling banyak, sebagai salah satu upaya menangkal pelanggaran hak cipta, serta
untuk melindungi pemegang hak cipta.
- Tinjauan
Umum tentang Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowledge = TK)
Harmonisasi antaara pengetahuan modern dan pengetahuan tradisional merupakan
hal penting dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, konsep yang
mengedepankan bahwa kebutuhan untuk pembangunan selaras dengan kebutuhan untuk pelestarian
yang dapat berlangsung tanpa membahayakan lingkungan sekitarnya. Sebagai
konsekuensinya, TK telah mendapat arti penting dan menjadi isu baru dalam
perlindungan HAKI. Istilah TK sebenarnya dapat diterjemahkan sebagai
pengetahuan tradisional. TK merupakan masalah hukum baru yang berkembang baik
ditingkat nasional maupun internasional. TK telah muncul menjadi masalah hukum
baru disebabkan belum ada instrumen hukum domestik yang mampu memberikan
perlindungan hukum secara optimal terhadap TK yang saat banyak dimanfaatkan oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab. Di samping itu, di tingkat internasional TK
ini belum menjadi suatu kesepakatan internasional untuk memberikan perlindungan
hukum. Istilah TK adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif,
informasi, know how yang secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat
mengidentifikasi unit sosial. TK mulai berkembang dari tahun ketahun seiring
dengan pembaharuan hukum dan kebijakan, seperti kebijakan pengembangan
pertanian, keragaman hayati (intellectual property).
WIPO menggunakan istilah TK untuk menunjuk pada kesusasteraan berbasis tradisi,
karya artistik atau ilmiah, pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain,
merek, nama dan simbol, informasi yang tidak diungkapkan, dan semua inovasi dan
kreasi berbasis tradisi lainnya yang disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam
bidang-bidang industri, ilmiah, kesusasteraan atau artistik. Gagasan ”berbasis
tradisi” menunjuk pada sistem pengetahuan, kreasi, inovasi dan ekspresi
cultural yang umumnya telah disampaikan dari generasi ke generasi, umumnya
dianggap berkaitan dengan masyarakat tertentu atau wilayahnya, umumnya telah
dikembangkan secara non sistematis, dan terus menerus sebagai respon pada
lingkungan yang sedang berubah.
Perlindungan Hukum HAKI Dalam Kesenian Tradisional di
Indonesia
1.
Pelindungan Preventif
Kebudayaan (seni dan budaya) semakin disadari sebagai sebuah fenomena kehidupan
manusia yang paling progresif, baik dalam hal pertemuan dan pergerakan manusia
secara fisik ataupun ide/gagasan serta pengaruhnya dalam bidang ekonomi.
Karenanya banyak negara yang kini menjadikan kebudayaan (komersial atau non
komersial) sebagai bagian utama strategi pembangunannya. Selanjutnya, dalam
jangka panjang akan terbentuk sebuah sistem industri budaya. Dimana kebudayaan
bertindak sebagai faktor utama pembentukan pola hidup, sekaligus mewakili citra
sebuah komunitas. Di Indonesia, poros-poros seni dan budaya seperti Jakarta,
Bandung, Jogja, Denpasar (Bali) telah menyadari hal ini dan mulai membangun sistem
industri budayanya masing-masing. Meski dalam beberapa kasus, industri budaya
lebih merupakan ekspansi daripada pengenalan kebudayaan, tetapi dalam beberapa
pengalaman utama,industri budaya justru merangsang kehidupan masyarakat
pendukungnya. Industri budaya akan merangsang kesadaran masyarakat untuk
melihat kembali dirinya sebagai aktor penting kebudayaannya.
2.
Perlindungan Represif
Perlindungan represif hak kekayaan intelektual terhadap kesenian tradisional di
Indonesia terdapat juga dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta. Pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta, dimana dalam hal
kesenian tradisional hak ciptanya dipegang oleh Negara, berhak mengajukan
gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan
meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan
itu. Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar
memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari
penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya
ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Gugatan
pencipta atau ahli warisnya yang tanpa persetujuannya itu diatur dalam Pasal 55
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang menyebutkan bahwa penyerahan hak
cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau
ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
- Meniadakan nama pencipta
pada ciptaan itu;
- Mencantumkan nama pencipta
pada ciptaannya;
- Mengganti atau mengubah
judul ciptaan; atau
- Mengubah isi ciptaan.
Prospek hukum hak kekayaan intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan
perlindungan hukum bagi kesenian tradisional dari pembajakkan oleh negara lain
adalah:
- Pembentukan
perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal;
- Pelaksanaan dokumentasi
sebagai sarana untuk defensive protection dengan
melibatkan masyarakat atau LSM dalam proses efektifikasi dokumentasi
dengan dimotori Pemerintah Pusat dan Daerah;
- Menyiapkan mekanisme benefit sharing yang tetap.